infonetizen.com, Makassar – Polemik seputar pernyataan Menteri Kebudayaan mengenai rencana penulisan ulang sejarah Indonesia telah menimbulkan gelombang reaksi yang beragam dari berbagai kalangan. Wacana yang seharusnya diarahkan untuk memperkuat identitas nasional dan memperkaya khazanah sejarah bangsa, kini justru menimbulkan kekhawatiran, terutama terkait potensi pengaburan fakta-fakta historis yang sensitif, seperti tragedi kemanusiaan Mei 1998. Dalam konteks ini, penting untuk meninjau dinamika tersebut melalui pendekatan akademik hukum agar penulisan sejarah tidak terjebak pada subjektivitas kuasa, melainkan bertumpu pada prinsip-prinsip hukum dan keadilan.
Secara konstitusional, sejarah merupakan bagian dari memori kolektif bangsa yang harus dilestarikan dalam semangat kebenaran dan kejujuran. Pasal 28F UUD NRI Tahun 1945 menjamin hak setiap orang untuk memperoleh informasi yang benar, akurat, dan tidak menyesatkan. Maka dari itu, penulisan sejarah tidak dapat dilepaskan dari kewajiban negara untuk memastikan keterbukaan, transparansi, dan objektivitas dalam menyusun narasi kebangsaan. Negara tidak boleh memonopoli narasi sejarah untuk kepentingan politik sesaat, sebagaimana dikritisi oleh banyak kalangan akademisi dan organisasi masyarakat sipil.
Dalam teori hukum progresif yang dikembangkan oleh Satjipto Rahardjo, hukum tidak boleh menjadi alat kekuasaan, melainkan harus berfungsi sebagai sarana untuk mewujudkan keadaban, keadilan, dan kebenaran sosial. Jika pendekatan ini diterapkan dalam proses penulisan ulang sejarah, maka yang harus dikedepankan bukan sekadar “prestasi naratif”, tetapi pengakuan terhadap pengalaman kolektif, termasuk luka sejarah yang pernah dialami oleh korban kekerasan negara. Menghilangkan atau mengecilkan tragedi seperti kerusuhan dan pelanggaran HAM berat dalam sejarah nasional akan menjadi bentuk pelanggaran moral terhadap prinsip non-refoulement dalam hukum hak asasi manusia.
Lebih dalam, pada teori critical legal studies juga mengingatkan bahwa setiap produk hukum dan kebijakan termasuk sejarah resmi Negara selalu rentan terhadap bias ideologis dan kepentingan dominan. Oleh karena itu, keterlibatan masyarakat sipil, sejarawan independen, akademisi lintas disiplin, hingga korban langsung peristiwa sejarah menjadi mutlak diperlukan. Tanpa partisipasi aktif dan transparansi publik, proses penulisan ulang sejarah berisiko mengkonstruksi narasi tunggal yang menyingkirkan keragaman pengalaman historis rakyat Indonesia.
Mengacu pada hukum internasional, khususnya Prinsip-Prinsip PBB tentang Memerangi Impunitas (Set of Principles to Combat Impunity), negara memiliki kewajiban untuk mengingat (the right to memory) sebagai bentuk tanggung jawab atas kejahatan masa lalu. Dalam konteks Indonesia, hal ini berkaitan erat dengan peristiwa-peristiwa seperti 1965, Mei 1998, dan pelanggaran HAM di Timor Leste. Menyangkal atau menyangsikan keberadaan peristiwa tersebut, tanpa dasar penelitian yang sahih dan valid, bukan hanya menistakan korban, tetapi juga mencederai prinsip-prinsip keadilan transisional yang sudah diakui dalam hukum modern.
Oleh sebab itu, dalam menyikapi wacana penulisan ulang sejarah, negara seharusnya tidak terburu-buru dalam mengambil kebijakan yang berpotensi memicu ketegangan sosial-politik. Sejarah tidak boleh dijadikan alat legitimasi kekuasaan, melainkan harus ditulis secara jujur, objektif, dan menghargai kompleksitas fakta. Narasi sejarah yang berpihak pada kebenaran tidak hanya akan menciptakan rekonsiliasi nasional, tetapi juga memperkuat integritas bangsa dalam menatap masa depan.
Maka sebagai konklusi, bahwa penulisan ulang sejarah Indonesia harus dilakukan dengan prinsip kehati-hatian, keterbukaan, dan integritas akademik. Dalam setiap upaya revisi naratif harus menghormati nilai-nilai historis yang telah membentuk jati diri bangsa. Sejarah bukan milik satu kelompok, melainkan milik seluruh rakyat Indonesia yang pernah hidup, berjuang, dan terluka oleh peristiwa-peristiwa besar di masa lalu. Maka, biarkan sejarah ditulis dengan tinta kebenaran, bukan dengan kuas kuasa.
Penulis : Muh. Afriansyah, S.H.,M.H.
Discover more from Info Netizen
Subscribe to get the latest posts sent to your email.